
Sayup-sayup terdengar suara burung bernyanyi. Begitu merdu hingga menerobos relung hati. Mataharipun bersembunyi di balik putihnya awan yang bergulung-gulung tak tentu tujuan pasti. Hingga semilir angin sepoi-sepoi mengajakku sejenak meninggalkan segala kebisingan dan kepenatan riuhnya dunia ini.
Tak tampak olehku segala sesuatu yang terhampar di depan sana. Seolah kabur, luntur tak teratur bertabur segala misteri yang berbatas oleh cakrawala penglihatanku sebagai manusia. Dalam sepiku kubertanya, apakah sanggup ku terus mengejar dan menggapai misteri itu?! Hah......dasar manusia cengeng yang terus merengek-rengek mengeluhkan segala beban yang menghimpit badan. (dalam bisikku)
Setelah melalui beberapa jalan kehidupan, akhirnya sampailah di titik ini. Satu tahap dan pencapaian yang tentunya hanya diri ini yang bisa mengukurnya. Tentu saja, berbeda dengan pencapaian yang telah di capai orang-orang di sekelilingku.
Memang mulut ini lebih pintar dari pada kaki dan tubuh. Mulut lebih mudah berbicara tentang segala sesuatu yang 'ideal' dilakukan dalam perjalanan ini. Namun, kaki ini begitu berat menuruti kata-kata yang terucap oleh mulut. Bahkan tubuh pun seolah lebih suka berbaring di tempat tidur dari pada berkeringat menantang panasnya matahari.
Memang hidup penuh liku-liku, dan pada diri kita telah diberikan pemukul dan pemahat untuk mengukirnya dan menjadikannya sesuai dengan segala yang dikehendaki-Nya. Namun diri ini lebih suka menyalahkan keadaan atas segala kesalahan, kegagalan ataupun hasil dari pahatan dan ukiran itu. Sehingga pahatan dan ukiran itu tidak sesuai yang di rencanakan.
Aku keliru pada setiap kali nafas yang aku hela, bukan untuk dinikmati tanpa sebab musabab. Aku turut terkeliru bilamana kenikmatan lahir batin yang Engkau tiupkan ke dalam ulu hatiku kadangkala bibitkan ketakutan yang menggigil di sanubariku.
Alam ini kurasa sangat sempit, biarpun luas ketika aku berada di lautan, segala fatamorgana tidak terlepas dari pandangan namun aku masih terhimpit dan sakit menahan sempit. Atasku langit yang putih membiru, cantik dan menawan, ingin rasanya ku gigit seperti gula kapas. Bawahku lantai bumi yang penuh debu, kotor dan hitam sedang di jauh dalam sana terhuni oleh segala binatang serangga berbisa dan tidak bertulang.
Masa berjalan terus tanpa belas kasihan. Tanpa menoleh kebelakang, yang muda semakin tua dan yang tua semakin dekat dengan kubur. Haruskah mengejar segala bentuk keindahan dunia yang begitu lantang mereka teriakkan itu, yang mampu menghakimiku seolah aku ini manusia tak becus dalam berusaha.
Ah, apapun yang mereka ucapkan, biarkan saja!! Bertahan sendiri dengan satu pilihan!! Sebuah kenangan sejarah kehidupan yang bakal dibawa pulang untuk perhitungan di hari pembalasan.
Rabu, 14 April 2010
Dalam Heningku...........
Dipostkan oleh Andrex Tohjaya di 05.35
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

0 komentar:
Posting Komentar