BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Senin, 14 Juni 2010

Celoteh Tentang Seorang Sahabat


Selayaknya fitrah manusia yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain. Begitu juga diriku yang menjalin hubungan dengan manusia lain melalui proses mengenalkan, berkenalan, kenal, berteman dan bersahabat. Suatu proses yang tidaklah gampang ataupun sulit. Ya, sampai saat ini aku masih bergelut dan menikmati proses itu.

*****

Seribu manusia yang ku temui, namun hanya tiga, dua atau bahkan satu yang mampu untuk mau saling mengerti bahkan memahami. Aku mengerti sepenuhnya jikalau isi dari kepala manusia itu berbeda-beda. Namun, ini bukan masalah tentang kepintaran ataupun kecerdasan. Ini lebih tentang perasaan, rasa yang (seharusnya) mampu tuk saling memberi saling menerima bukan saja dalam suka tapi dalam duka sekaligus.

*****

Datang dan pergi, menghianati dan dikhianati, mengecewakan dan dikecewakan, wajar adanya terjadi dalam dunia pertemanan, namun tidak dalam dunia persahabatan. Ya, teman berbeda dengan sahabat. Banyak yang datang pada kita saat mereka butuh sesuatu dari kita, banyak pula yang segera pergi saat kita butuh mereka. Dipungut jika kita berguna bagi mereka dan dibuang bagai sampah tak berarti sesudahnya. Aku pun masih berusaha sebaik mungkin tuk tidak saja menjadi teman tapi menjadi sahabat bagi orang-orang di sekelilingku. Betapa indahnya bilamana ada orang yang mau diajak berbagi rasa, berbagi pengalaman dan berbagi yang lain.

*****

Semua itu bukan tanpa masalah, karena untuk saling mengerti itu sulit dan untuk saling memahami itu susah. Jika hari-hari dipenuhi pertengkaran dan percekcokan karena perbedaan pandangan atau perbedaan pendapat, itu wajar. Itulah ujian untuk mengukur sampai di mana kualitas hubunganku dengan mereka. Bisa juga sebagai bahan introspeksi diriku, mulai dari kata-kata hingga perlakuanku terhadap mereka. Banyak yang membuat mereka tersenyum atau membuat mereka mengerutkan dahi.

*****

Begitu kompleksnya masalah-masalah yang muncul dalam proses itu. Namun dari situlah aku tahu mana yang mampu mengerti dan memahamiku, meski kadang aku belum bisa mampu tuk mengerti dan memahami mereka (maaf). Itulah sebagai bukti kekurangan dan kelemahanku yang menjadi alasan mengapa aku butuh seorang yang tidak saja sebagai teman, namun lebih dari sebagai teman yaitu sebagai sahabat dalam pengiring kaki ini melangkah.

*****

Aku tidak merisaukan jika ada satu dua yang hadir mengaku teman/sahabat saat membutuhkanku tapi tanpa ampun segera membuangku bagai sampah tak berarti sesudahnya. Sama sekali tidak membuatku goyah, karena aku masih mempunyai sahabat-sahabat setia dalam suka dan duka yang jauh lebih banyak dari pada teman-temanku yang seperti itu. Hahaha, kadang ada yang berpikir skeptis padaku kalau aku ini mudah sekali dimanfaatkan. Tak mengapa, memberikan yang terbaik semampu tenagaku kepada sahabat itulah sejatinya nilai sebuah persahabatan buatku.

*****

Maafkan, jika aku terkesan menggurui kalian di saat kita sedang saling berbagi rasa dan berbagi pengalaman. Tak ada maksud untuk itu. Suka tidak suka, sahabat yang benar-benar sejati akan mampu memahami itu. Aku juga tidak menuntut semua teman bisa menjadi sahabat. Karena itu tidak mungkin, karena hanya waktu dan keadaanlah yang bisa mempertemukanku dengan sahabat-sahabat itu.

*****

Jika kata orang bijak, tidak perlu menjadi seorang yang sempurna tuk mencintai secara sempurna. Aku bisa mengambil kesimpulan dari itu, tidak perlu menjadi seorang yang sempurna untuk menjadi sahabat yang sempurna. Menurutku justru karena ketidaksempurnaan masing-masing individu yang bisa membuat sempurna apa itu yang dinamakan sahabat sejati.

*****

Bagai cinta pertama, begitu pula sahabat sejati akan slalu ada dalam hati walaupun terpisah oleh jarak dan waktu. Aku yakin itu, sahabat sejati tidak akan mudah putus tali persahabata itu walau berada dalam ruang dan waktu yang berbeda. Hanya hati yang bisa menembus ruang dan waktu itu. Mereka bisa hadir dalam mimpi kita, angan kita bahkan langkah kita walau secara fisik tidak tampak. Ikatan batiniah lebih kekal dari pada ikatan lahiriah.

*****

Berlebihankah jikalau aku bercerita tentang sahabatku demikian itu??
Salahkah jikalau aku menggambarkan sahabatku demikian itu??

Diorama Kelam


Malam itu beda dengan malam-malam biasanya. Awan hitam bergulung-gulung lebat menutup gemerlap bintang yang bertaburan di angkasa dan senyum sang rembulan. "Ah, hujan akan segera turun malam ini", pikirku. Dan benar saja, air pun mulai turun membasahi kegersangan tanah yang sedari siang tadi di sinari oleh sang mentari. Sejenak terdiam, terhenyak ketika suara guntur bergemuruh dari atas sana berhiaskan kerlipan kilat-kilat yang bersahut-sahutan.

*****

Hujan datang, berharap air juga menyirami kegersangan hati dan pikiran hari itu. Rintik-rintik air yang berkilauan karena sentuhan cahaya lampu penerangan jalan pun membawaku ke alam yang "seharusnya" aku tinggalkan, aku lupakan dan aku buang. Tapi hati berkata lain, dia menyuruhku tuk menyusuri kembali jejak-jejak kaki ini kulangkahkan.

*****

Satu persatu kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang membawaku sampai di sini pun mulai terlihat jelas di mata. Bagai diajak kembali tuk merasakan apa yang kurasakan saat itu.

*****

Diorama-diorama kepahitan yang dominan mewarnai napak tilasku tadi. Sampai saat kutemui sesosok wanita paruh baya yang begitu tegar menghadapi tidak saja himpitan-himpitan hidup, namun tetap kokoh ketika dihantam badai kehidupan yang serasa tak berkesudahan. Air mata ini pun sudah sampai ujung pelupuk mata, bahkan tak kuasa lagi aku tuk menahannya. Malam itu pun hujan serasa bertambah deras karena air mataku berjatuhan tak tertahan lagi.

*****

Kulanjutkan langkah kaki ini melewati wanita paruh baya tadi, tp bukan untuk meninggalkannya. Kutelusuri sebab musabab wanita tadi menangis. Sampailah pada suatu tempat di mana aku tidak bisa lagi menahan amarahku ketika kutemukan pemilik tangan yang menancapkan pisau belati ke wanita tadi dari belakang hingga menyayat-nyayatnya.

*****

Hatiku bergejolak, perasaanku terkoyak dan otakku pun jadi tumpul serta amarahku tak terkendali lagi, sehingga aku tak bisa berbuat apa-apa kecuali mencabut pisau dari wanita itu dan kemudian berusaha menancapkan ke arah pemilik tangan tadi, atau bahkan akan kusayat-sayat lebih dari apa yang telah dia lakukan terhadap wanita itu.

*****

Namun kali ini gelegar guntur seolah mengejutkanku, tp yang lebih mengejutkanku adalah ketika sebuah tangan halus menarik lenganku sembari berbisik lembut agar aku mengurungkan niatku tadi. Langkahku pun terhenti dan pelan-pelan kutolehkan kepala kebelakang, serentak mataku terbelalak ketika kulihat sesosok wanita yang telah berlumuran darah, yang tak lain adalah wanita tadi yang telah menghalangiku tuk membalaskan sakit dan tangisannya.

*****

Sejenak terdiam tak bergerak dan tak berkata-kata ketika kembali wanita itu menggandengku dengan mesra untuk mengajakku meninggalkan orang tadi. Katanya : "Sudahlah, biar Tuhan yang membalasnya"!!

Aku tahu persis apa maksudnya. Tidak ada pilihan lain kecuali menuruti ajakan wanita itu. Aku tidak ingin menambah luka di hatinya hanya karena aku terlalu menuruti bara api dendam yang tlah hidup di hatiku. Dari wanita tadi aku belajar apa yang dinamakan kesabaran. Benar memang benar, "BIAR TUHAN YANG MEMBALASNYA, TUHAN MAHA ADIL". Pikirku, biarlah balasan ditimpakan TUHAN kepada dirinya atau keluarganya. Karena aku merasakan apa yang dirasakan oleh wanita itu. Bagai luka yang disiram air garam. Perih.........

*****

Dan tak terasa wanita tadi mengantarkanku kembali ke tempat aku melihat hujan malam itu. Hujan tlah reda namun air mataku belum kering seperti keringnya tanah yang disinari matahari tadi siang. Aku tak terlalu menghiraukan diriku, pandanganku masih tertuju pada wanita tadi. Meski senyum tlah mulai mengembang di bibirnya namun masih terlihat luka yang belum sembuh di hatinya.

Selasa, 08 Juni 2010

Belajar dari Seorang Tukul Arwana


"Bug…!, bug…bug! Tiba-tiba penjaga pintu (kondektur) Busway itu dipukul di wajahnya beberapa kali oleh seorang pemuda yang agak kekar dan pendek. Si kondektur hanya sempat bertahan dan tidak sempat menyerang balik karena tidak menduga akan mendapat serangan mendadak. Beberapa penumpang lain juga agak kaget dan tidak sadar apa yang sedang terjadi. Dalam hitungan detik, pemukul tsb sudah meloncat keluar lalu lari menyeberangi jalan masuk ke gang agak kecil. Beberapa orang segera berteriak dan mengejar tapi kehilangan jejak karena hari sudah gelap.

Balik ke Busway, kondektur tersebut sedang memegang wajahnya yang lecet dan sedikit berdarah. Setelah mengobrol sedikit, ternyata pemukul tersebut agak ngotot karena disuruh bergeser ke dalam oleh si kondektur supaya penumpang yang baru naik bisa mendapat tempat. Biasanya jika busway penuh, penumpang yang berdiri lebih suka menumpuk di dekat pintu supaya mudah keluar. Mungkin pemuda itu tersinggung atau mungkin juga caranya menyuruh si kondektur yang membuat naik darah. Apapun alasannya, kemungkinan besar ada pihak yang tersinggung harga dirinya.

Sesekali kita menjumpai seorang ibu yang marah-marah di depan kasir supermarket karena merasa tersinggung harga dirinya. Di tempat lain sahabat karib bisa bertengkar dengan pemicunya hanya karena dimulai dari bercanda yang kebablasan.Di rumah biasanya pertengkaran bisa muncul antar anggota keluarga akibat kurangnya komunikasi atau karena saling mencampuri urusan masing-masing.
Jika kita melihat di jalanan, orang-orang yang bertengkar dapat dijumpai setiap hari dan tidak jarang melibatkan perkelahian fisik. Perkelahian antara pengemudi kendaraan, penumpang, calo, preman dan mungkin petugas. Penyebabnya bermacam-macam mulai dari hal sepele hingga kriminal seperti salib menyalib, senggolan sampai pemerasan atau penodongan.

Suka atau tidak, adegan kekerasan dan luapan emosi telah mewarnai kehidupan kita sehari-hari terutama di kota-kota besar yang siklusnya berputar seperti mesin, semakin jauh dari manusiawi. Setiap orang berlomba mencapai tujuannya masing-masing, termasuk sebagian orang yang menghalalkan segala cara dan siap menghantam semua yang
menghalanginya. Entah disadari atau tidak, ego tampil paling depan tanpa malu-malu. Lalu harga diri ditempatkan terlalu tinggi dan tidak proporsional sehingga rentan terjadi gesekan dengan pihak lain. Singkatnya orang-orang di kota besar menjadi lebih cepat tersinggung karena merasa harga dirinya tersentuh atau direndahkan.

Lalu apa hubungannya dengan Tukul? Sekarang ini hampir setiap hari Tukul muncul menghibur pemirsa di TV. Sebenarnya selain menghibur Ia juga mempertunjukkan hal yang positif. Yang membedakan acaranya dibanding yang lain adalah Tukul mau mengolok-olok dan menertawakan diri sendiri. Sementara entertainer lain lebih banyak mengolok-olok rekannya ataupun orang lain. Tanpa malu-malu Tukul menyebut dirinya sebagai orang desa yang katro dan norak. Ia bahkan menyediakan dirinya ditelanjangi sebagai bahan ledekan untuk pemirsanya. Apakah lantas seorang Tukul lantas menjadi tidak bernilai atau tidak punya harga diri? Tentu tidak, jika diukur dari materi, konon seorang Tukul sudah bernilai lebih dari 18 milyar sekarang ini. Otomatis popularitas serta gayanya juga telah membawa kharisma tersendiri dan siapapun layak angkat topi untuk kesuksesannya.

Dengan ikut larut menertawakan Tukul, saya jadi bercermin dan bertanya ke dalam
diri sendiri:
"Apakah saya tidak lebih norak, ndeso atau katro dari Tukul?"
Maka, saya mau belajar dari seorang Tukul Arwana!



Sumber / Penulis : Herman Kwok - Director of Semut Api Colony

I.B.U


Ibu...............
Tiada pernah aku menyesal terlahir dari rahimmu.
Tiada pernah aku menyesal berada di tengah2 mu.
Tiada pernah aku mengeluh telah menjadi anakmu.


* * *

Ibu.................
Aku sangat bersyukur terlahir dari rahim seorang yang suci seperti dirimu.
Aku pun sangat bangga menjadi buah hatimu.
Aku juga sangat bahagia bisa mengisi hari-harimu.

* * *

Ibu................
Betapa berat perjuanganmu bagiku, hingga aku ada di dunia ini.
Beribu peluh engkau nikmati tanpa sedikitpun pernah mengeluh.
Dan anugerah terindah yang pernah aku dapatkan adalah menjadi anakmu.

* * *

Ibu...............
Tangisku menjadi deritamu.
Rengekkanku menjadi senyummu.
Nakalku pun menjadi tawamu
dan Manjaku menjadi bahagiamu.

* * *

Ibu..................
Engkau bagai embun penyejuk di dalam kehausan jiwa ini.
Engkau laksana bintang yang selalu menerangi hati ini.
Engkau bak gemericik air yang selalu menemani kesepian ini.

* * *

Ibu...................
Engkau pun serasa menjelma menjadi pelangi yang membuat warna-warni hidup ini.
Laksana melodi nan merdu engkau dendangkan tuk mengisi kekosongan batin ini.
Engkau pun bagai semilir angin yang slalu menyejukkan pikiran ini.

* * *

Ibu.................
Kasih sayangmu sepanjang jalan.
Kesabaranmu seluas samudra.
Yang semuanya akan selalu mengalir seperti air yang hanya akan bermuara di samudra kebahagiaan.



*Ibuku pun sudah membacanya :)

Jika Ingin, maka............


Hanya bait-bait tak berarti yg ditulis ditengah rintik-rintik hujan yg jatuh dr langit sore ini. Tentang rangkaian kejadian-kejadian yg terjadi sepanjang hari ini. Penuh dengan emosi yg memaksa tuk tersenyum di tengah kepahitan hari ini.

****

Hanya mencoba tuk sedikit memahami setiap langkah kaki yg ku pijakkan hari ini. Tidak ada yg istimewa namun begitu mengesankan. Pun tidak ada yg berharga namun begitu sangat berarti.

****

Tidak banyak yg ingin ku sampaikan tuk menyibak misteri kepala sedikit manusia yg ku temui hari ini. Setiap kepala tlah diciptakan sedemikian rupa, sehingga isi nya pun berbeda-beda pula. Semua tak sama, tak akan pernah sama!! Jangan pernah samakan orang lain dgn diri kita ataupun menyamakan diri kita dgn orang lain. Jangan pernah paksakan diri kita tuk jadi orang lain ataupun memaksa orang lain menjadi diri kita. Yg bisa kita lakukan adalah memahami diri kita sehingga dengan begitu kita akan mampu memahami orang lain.

****

Jika ingin dipahami, maka pahamilah orang lain............

Jika ingin disayangi, maka sayangilah orang lain...........

Jika ingin dicintai, maka cintailah orang lain...........

Jika ingin dimengerti, maka mengertilah orang lain............

Jika ingin dihormati, maka hormatilah orang lain............

Jika ingin ditolong, maka tolonglah orang lain...........

Jika ingin disukai, maka sukailah orang lain............

Jika ingin dipikirkan, maka pikirkanlah orang lain...........

Masih banyak lagi hal2 yg mesti kita lakukan agar orang lain melakukan hal yg sama untuk kita.

****

Sebagai bahan renungan saja tuk diri ini yg sering terlalu bodoh memaksakan diri tuk menjadi orang lain atau pun memaksa orang lain tuk menjadi seperti apa yg aku pikirkan dengan cara pembenaran semua sikap-sikapku, bukan atas dasar kebenaran yg sesungguhnya.


Meski kadang orang lain memaksa kita tuk menjadi seperti yg mereka pikirkan, tp ini semua kembali kepada diri kita masing-masing bagaimana menyikapi setiap jalan terjal yg menghadang setiap langkah kita ataupun duri2 tajam yg menusuk telapak kaki kita.

****

Sebaik-baik manusia adalah manusia yg berguna dan bermanfaat bagi orang lain. Semoga bisa.............